PENGERTIAN TENTANG GCG
Pengertian
GCG menurut Bank Dunia (World
Bank) adalah kumpulan hukum, peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib
dipenuhi yang dapat mendorong kinerja sumber-sumber perusahaan bekerja secara
efisien, menghasilkan nilai ekonomi jangka panjang yang berkesinambungan bagi
para pemegang saham maupun masyarakat sekitar secara keseluruhan. Lembaga
Corporate Governance di Malaysia yaitu Finance Committee on Corporate
Governance (FCCG) mendifinisikan corporate governance sebagai proses
dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dan
aktivitas perusahaan ke arah peningkatan pertumbuhan bisnis dan akuntabilitas
perusahaan.
Berdasarkan
Pasal 1 Surat Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli
2002 tentang penerapan GCG pada
BUMN, disebutkan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur
yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan
akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka
panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya,
berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.Berdasarkan beberapa
pengertian tersebut diatas, secara singkat GCG
dapat diartikan sebagai seperangkat sistem yang mengatur dan mengendalikan
perusahaan untuk menciptakan nilai tambah (value added) bagi
stakeholders.
PRINSIP-PRINSIP GCG
Organization
for Economic Co-operation and Development
(OECD) yang beranggotakan beberapa negara antara lain, Amerika Serikat,
Negara-negara Eropa (Austria, Belgia, Denmark, Irlandia, Prancis, Jerman,
Yunani, Italia, Luxemburg, Belanda, Norwegia, Polandia, Portugal, Swedia, Swis,
Turki, Inggris) serta Negara-negara Asia Pasific (Australia, Jepang, Korea,
Selandia Baru) pada April 1998 telah mengembangkan The OECD
Principles of Corporate Governance. Prinsip-prinsip corporate
governance yang dikembangkan oleh OECD meliputi 5
(lima) hal yaitu :
2. Perlakuan
yang sama terhadap seluruh pemegang saham (The Equitable Treatment of
Shareholders);
3. Peranan
Stakeholders yang terkait dengan perusahaan (The Role of Stakeholders).
4. Keterbukaan
dan Transparansi (Disclosure and Transparency).
5. Akuntabilitas
Dewan Komisaris / Direksi (The Responsibilities of The Board).
Prinsip-prinsip
GCG sesuai pasal 3 Surat
Keputusan Menteri BUMN No. 117/M-MBU/2002 tanggal 31 Juli 2002 tentang
penerapan GCG pada BUMN sebagai
berikut :
- Transparansi : Keterbukaan dalam melaksanakan proses pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan mengenai perusahaan
- Pengungkapan : Penyajian informasi kepada stakeholders, baik diminta maupun tidak diminta, mengenai hall-hal yang berkenaan dengan kinerja operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan.
- Kemandirian : Suatu keadaan dimna perusahaan dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh dari npihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat.
- Akuntabilitas : Kejelasan fungsi, pelaksanaan dan pertanggung jawaban manajemen perusahaan sehi ngga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif dan ekonomis.
- Pertanggungjawaban : Kesesuaian dalam pengelolaan perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-prinsip kkoorporasi yang sehat.
- Kewajaran : Keadilan dan kesetaraan didalam memenuhi hak-hak stakeholders yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan perundang-undangan yang berelaku
PERANAN ETIKA BISNIS DALAM PENERAPAN GCG
1.
Code
of Corporate and Business Conduct
Kode Etik dalam tingkah laku berbisnis di perusahaan (Code of
Corporate and Business Conduct)” merupakan implementasi salah satu prinsip
Good Corporate Governance (GCG).
Kode etik tersebut menuntut karyawan & pimpinan perusahaan untuk melakukan
praktek-praktek etik bisnis yang terbaik di dalam semua hal yang dilaksanakan
atas nama perusahaan. Apabila prinsip tersebut telah mengakar di dalam
budaya perusahaan (corporate culture), maka seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan akan berusaha memahami dan berusaha mematuhi “mana yang
boleh” dan “mana yang tidak boleh” dilakukan dalam aktivitas bisnis perusahaan.
Pelanggaran atas Kode Etik merupakan hal yang serius, bahkan dapat
termasuk kategori pelanggaran hukum.
2.
Nilai
Etika Perusahaan
Kepatuhan pada Kode Etik ini merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan dan memajukan reputasi perusahaan sebagai karyawan & pimpinan perusahaan yang bertanggung jawab, dimana pada akhirnya
akan memaksimalkan nilai pemegang saham (shareholder value). Beberapa nilai-nilai
etika perusahaan yang sesuai dengan prinsip-prinsip GCG,
yaitu kejujuran, tanggung jawab, saling percaya, keterbukaan dan kerjasama.
Kode Etik yang efektif seharusnya bukan sekedar buku atau dokumen yang
tersimpan saja. Namun Kode Etik tersebut hendaknya dapat dimengerti oleh
seluruh karyawan & pimpinan perusahaan dan akhirnya dapat dilaksanakan
dalam bentuk tindakan (action). Beberapa contoh pelaksanaan kode etik
yang harus dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan perusahaan, antara
lain masalah informasi rahasia dan benturan kepentingan (conflict of
interest).
a. Informasi
rahasia
Seluruh karyawan harus dapat menjaga informasi rahasia mengenai
perusahaan dan dilarang untuk menyebarkan informasi rahasia kepada pihak lain
yang tidak berhak. Informasi rahasia dapat dilindungi oleh hukum apabila
informasi tersebut berharga untuk pihak lain dan pemiliknya melakukan tindakan
yang diperlukan untuk melindunginya. Beberapa kode etik yang perlu dilakukan oleh
karyawan yaitu harus selalu melindungi informasi rahasia perusahaan dan
termasuk Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI)
serta harus memberi respek terhadap hak yang sama dari pihak lain. Selain itu
karyawan juga harus melakukan perlindungan dengan seksama atas kerahasiaan
informasi rahasia yang diterima dari pihak lain. Adanya kode etik tersebut
diharapkan dapat terjaga hubungan yang baik dengan pemegang saham (share
holder), atas dasar integritas (kejujuran) dan transparansi
(keterbukaan), dan menjauhkan diri dari memaparkan informasi rahasia.
Selain itu dapat terjaga keseimbangan dari kepentingan perusahaan dan pemegang
sahamnya dengan kepentingan yang layak dari karyawan, pelanggan, pemasok maupun
pemerintah dan masyarakat pada umumnya.
b. Conflict
of interrest
a
Seluruh karyawan &
pimpinan perusahaan
harus dapat menjaga kondisi yang bebas dari suatu benturan kepentingan (conflict
of interest) dengan perusahaan. Suatu benturan kepentingan dapat timbul
bila karyawan & pimpinan perusahaan memiliki, secara langsung
maupun tidak langsung kepentingan pribadi didalam mengambil suatu keputusan,
dimana keputusan tersebut seharusnya diambil secara obyektif, bebas dari
keragu-raguan dan demi kepentingan terbaik dari perusahaan. Beberapa kode etik
yang perlu dipatuhi oleh seluruh karyawan & pimpinan
perusahaan, antara lain menghindarkan diri dari situasi (kondisi) yang
dapat mengakibatkan suatu benturan kepentingan. Selain itu setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang merasa bahwa dirinya mungkin terlibat
dalam benturan kepentingan harus segera melaporkan semua hal yang bersangkutan
secara detail kepada pimpinannya (atasannya) yang lebih tinggi. Terdapat 8
(delapan) hal yang termasuk kategori situasi benturan kepentingan (conflict
of interest) tertentu, sebagai berikut :
- Segala konsultasi atau hubungan yang signifikan dengan memiliki keinginan untuk memngambil andil dalam aktivitas pemasok, pelanggan atu pesaing
- Segala kepentingan pribadi yang berhubungan dengan kepentingan perusahaan
- Segala hubungan bisnis atas nama perusahaan dengan personal yang masih ada hubungan keluarga atau dengan perusahaan yang dikontrol oleh personal tersebut
- Segala posisi dimana karyawan dan pimpinan perusahaan yang masih ada hubungan keluarga dengan evaluasi hasil pekerjaan atau kompentensi dari personal yang masih ada hubungan keluarga
- Segala sesuatu penggunaan pribadi maupun berbagi atas informasi rahasia perusahaan demi keuntungan pribadi, seperti anjuran untuk membeli atau menjual barang milik perusahaan atau produk, yang didasarkan atas informasi rahasia tersebut
- Segala penjualan pada atau pembelian dari perusahaan dari perusahaan yang menguntungkan pribadi
- Segala penerimaan dari keuntungan, dari seseorang /organisasi/pihak ketiga yang berhubungan dengan perusahaan
- Segala aktivitas yang terkait dengan insider trading atas perusahaan yang telah go public yang merugikan pihak sendiri
a.
c. Sanksi
Setiap karyawan & pimpinan perusahaan yang melanggar ketentuan
dalam Kode Etik tersebut perlu dikenakan sanksi yang tegas sesuai dengan
ketentuan / peraturan yang berlaku di perusahaan, misalnya tindakan disipliner
termasuk sanksi pemecatan (Pemutusan Hubungan Kerja). Beberapa tindakan
karyawan & pimpinan perusahaan yang termasuk kategori pelanggaran terhadap
kode etik, antara lain mendapatkan, memakai atau menyalahgunakan asset milik perusahaan
untuk kepentingan / keuntungan pribadi, secara fisik mengubah atau merusak
asset milik perusahaan tanpa izin yang sesuai dan menghilangkan asset milik
perusahaan .Untuk melakukan pengujian atas Kepatuhan terhadap Kode Etik
tersebut perlu dilakukan semacam audit kepatuhan (compliance audit) oleh
pihak yang independent, misalnya Internal Auditor, sehingga dapat
diketahui adanya pelanggaran berikut sanksi yang akan dikenakan terhadap
karyawan &
pimpinan perusahaan yang
melanggar kode etik.Akhirnya
diharpkan para karyawan maupun pimpinan perusahaan mematuhi Code of
Corporate & Business Conduct yang telah ditetapkan oleh
perusahaan sebagai penerapan GCG.
PERILAKU ETIKA PROFESI AKUNTANSI
Timbul dan berkembangnya profesi
akuntan publik di suatu negara adalah sejalan dengan berkembangnya perusahaan
dan berbagai bentuk badan hukum perusahaan di negara tersebut. Jika
perusahaan-perusahaan di suatu negara berkembang sedemikian rupa sehingga tidak
hanya memerlukan modal dari pemiliknya, namun mulai memerlukan modal dari
kreditur, dan jika timbul berbagai perusahaan berbentuk badan hukum perseroan
terbatas yang modalnya berasal dari masyarakat, jasa akuntan publik mulai
diperlukan dan berkembang. Dari profesi akuntan publik inilah masyarakat
kreditur dan investor mengharapkan penilaian yang bebas tidak memihak terhadap
informasi yang disajikan dalam laporan keuangan oleh manajemen perusahaan.
Profesi akuntan publik
menghasilkan berbagai jasa bagi masyarakat, yaitu jasa assurance, jasa
atestasi, dan jasa nonassurance. Jasa assurance adalah jasa profesional
independen yang meningkatkan mutu informasi bagi pengambil keputusan. Jasa
atestasi terdiri dari audit, pemeriksaan (examination), review, dan prosedur
yang disepakati (agreed upon procedure). Jasa atestasi adalah suatu pernyataan
pendapat, pertimbangan orang yang independen dan kompeten tentang apakah asersi
suatu entitas sesuai dalam semua hal yang material, dengan kriteria yang telah
ditetapkan. Jasa nonassurance adalah jasa yang dihasilkan oleh akuntan publik
yang di dalamnya ia tidak memberikan suatu pendapat, keyakinan negatif,
ringkasan temuan, atau bentuk lain keyakinan. Contoh jasa nonassurance yang
dihasilkan oleh profesi akuntan publik adalah jasa kompilasi, jasa perpajakan,
jasa konsultasi.
Secara umum auditing adalah suatu
proses sistematik untuk memperoleh dan mengevaluasi bukti secara objektif
mengenai pernyataan tentang kejadian ekonomi, dengan tujuan untuk menetapkan
tingkat kesesuaian antara pernyataan tersebut dengan kriteria yang telah
ditetapkan, serta penyampaian hasil-hasilnya kepada pemakai yang
berkepentingan. Ditinjau dari sudut auditor independen, auditing adalah
pemeriksaan secara objektif atas laporan keuangan suatu perusahaan atau
organisasi yang lain dengan, tujuan untuk menentukan apakah laporan keuangan
tersebut menyajikan secara wajar keadaan keuangan dan hasil usaha perusahaan
atau organisasi tersebut.
Profesi akuntan publik bertanggung
jawab untuk menaikkan tingkat keandalan laporan keuangan perusahaan-perusahaan,
sehingga masyarakat keuangan memperoleh informasi keuangan yang andal sebagai
dasar untuk memutuskan alokasi sumber-sumber ekonomi.
Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Proles
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
ETIKA DALAM AUDIT
KODE ETIK PROFESI AKUNTANSI
IAI
01. Keanggotaan dalam Ikatan Akuntan Indonesia
bersifat sukarela. Dengan menjadi anggota, seorang akuntan mempunyai kewajiban
untuk menjaga disiplin diri di atas dan melebihi yang disyaratkan oleh hukum
clan peraturan.
02. Prinsip Etika Profesi dalam Kode Etik
Ikatan Akuntan Indonesia menyatakan pengakuan profesi akan tanggungjawabnya
kepada publik, pemakai jasa akuntan, dan rekan. Prinsip ini memandu anggota
dalam memenuhi tanggung-jawab profesionalnya dan merupakan landasan dasar
perilaku etika dan perilaku profesionalnya. Prinsip ini meminta komitmen untuk
berperilaku terhormat, bahkan dengan pengorbanan keuntungan pribadi
Prinsip Pertama - Tanggung Jawab Proles
Dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai profesional setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya
01. Sebagai profesional, anggota mempunyai
peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota
mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota
juga harus selalu bertanggung jawab untuk bekerja sarna dengan sesama anggota
untuk mengembangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat, dan
menjalankan tanggung-jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
Prinsip Kedua - Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk seanantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
03. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
06. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
Prinsip Kedua - Kepentingan Publik
Setiap anggota berkewajiban untuk seanantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme.
01. Satu ciri utama dari
suatu profesi adalah penerimaan tanggung-jawab kepada publik. Profesi akuntan
memegang peranan yang penting di masyarakat, di mana publik dari profesi
akuntan yang terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja,
pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung
kepacla obyektivitas dan integritas akuntan dalam memelihara berjalannya fungsi
bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung-jawab akuntan
terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai
kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani anggota secara keseluruhan.
Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan
jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara.
02. Profesi akuntan dapat tetap berada pada posisi yang penting ini hanya
dengan terus menerus memberikan jasa yang unik ini pada tingkat yang
menunjukkan bahwa kepercayaan masyarakat dipegang teguh. Kepentingan utama
profesi akuntan adalah untuk membuat pemakai jasa akuntan paham bahwa jasa
akuntan dilakukan dengan tingkat prestasi tertinggi dan sesuai dengan
persyaratan etika yang diperlukan untuk mencapai tingkat prestasi tersebut. 03. Dalam mememuhi tanggung-jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi benturan ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritar, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publik, maka kepentingan penerima jasa terlayani dengan sebaik-baiknya.
04. Mereka yang memperoleh pelayanan dari anggota mengharapkan anggota untuk memenuhi tanggungjawabnya dengan integritas, obyektivitas, keseksamaan profesional, dan kepentingan untuk melayani publik. Anggota diharapkan untuk memberikan jasa berkualitas, mengenakan imbalan jasa yang pantas, serta menawarkan berbagai jasa, semuanya dilakukan dengan tingkat profesionalisme yang konsisten dengan Prinsip Etika Profesi ini.
05. Semua anggota mengikat dirinya untuk menghormati kepercayaan publik. Atas kepercayaan yang diberikan publik kepadanya, anggota harus secara terus-menerus menunjukkan dedikasi mereka untuk mencapai profesionalisme yang tinggi.
06. Tanggung-jawab seorang akuntan tidak semata-mata untuk memenuhi kebutuhan klien individual atau pemberi kerja. Dalam melaksanakan tugasnya seorang akuntan harus mengikuti standar profesi yang dititik-beratkan pada kepentingan publik, misalnya:
- auditor independen membantu memelihara integritas dan efisiensi dari laporan keuangan yang disajikan kepada lembaga keuangan untuk mendukung pemberian pinjaman dan kepada pemegang saham untuk memperoleh modal;
- eksekutif keuangan bekerja di berbagai bidang akuntansi manajemen dalam organisasi dan memberikan kontribusi terhadap efisiensi dan efektivitas dari penggunaan sumber daya organisasi;
- auditor intern memberikan keyakinan tentang sistem pengendalian internal yang baik untuk meningkatkan keandalan informasi keuangan dari pemberi kerja kepada pihak luar.
- ahli pajak membantu membangun kepercayaan dan efisiensi serta penerapan yang adil dari sistem pajak; dan
- konsultan manajemen mempunyai tanggung-jawab terhadap kepentingan umum dalam membantu pembuatan keputusan manajemen yang baik.
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
01.Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan
profesional. Integritas merupakan kualitas yang melandasi kepercayaan publik
dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan
yang diambilnya.
02.
Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan
berterus terang tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa. Pelayanan dan
kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas
dapat menerima kesalahan yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang
jujur, tetapi tidak dapat menerima kecurangan atau peniadaan prinsip.
03.Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04.Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
01. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
03.Integritas diukur dalam bentuk apa yang benar dan adil. Dalam hal tidak terdapat aturan, standar, panduan khusus atau dalam menghadapi pendapat yang bertentangan, anggota harus menguji keputusan atau perbuatannya dengan bertanya apakah anggota telah melakukan apa yang seorang berintegritas akan lakukan dan apakah anggota telah menjaga integritas dirinya. Integritas mengharuskan anggota untuk menaati baik bentuk maupun jiwa standar teknis dan etika.
04.Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip obyektivitas dan kehati-hatian profesional.
Prinsip Keempat – Obyektivitas
Setiap anggota harus menjaga obyektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
01. Obyektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip obyektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidak memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain.
02. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan obyektivitas mereka dalam berbagai situasi. Anggota dalam praktik publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, serta konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit internal dan bekerja dalam kapasitas keuangan dan manajemennya di industri, pendidikan dan pemerintahan. Mereka juga mendidik dan melatih orang-orang yang ingin masuk ke dalam profesi. Apapun jasa atau kapasitasnya, anggota harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara obyektivitas.
03. Dalam menghadapi situasi dan praktik yang secara spesifik berhubungan dengan aturan etika sehubungan dengan obyektivitas, pertimbangan yang cukup harus diberikan terhadap faktor-faktor berikut:
a. Adakalanya anggota dihadapkan kepada
situasi yang memungkinkan mereka menerima tekanan tekanan yang diberikan
kepadanya. Tekanan ini dapat mengganggu obyektivitasnya.
b. Adalah tidak praktis untuk menyatakan dan
menggambarkan semua situasi di mana tekanan-tekanan ini mungkin terjadi. Ukuran
kewajaran (reasonableness) harus digunakan dalam menentukan standar untuk
mengindentifikasi hubungan yang mungkin atau kelihatan dapat merusak
obyektivitas anggota.
c. Hubungan-hubungan yang memungkinkan
prasangka, bias atau pengaruh lainnya untuk melanggar obyektivitas harus
dihindari.
d. Anggota memiliki kewajiban untuk
memastikan bahwa orang-orang yang terilbat dalam pemberian jasa profesional
mematuhi prinsip obyektivitas.
e. Anggota tidak boleh menerima atau
menawarkan hadiah atau entertainment yang dipercaya dapat menimbulkan pengaruh
yang tidak pantas terhadap pertimbangan profesional mereka atau terhadap
orang-orang yang berhubungan dengan mereka. Anggota harus menghindari
situasi-situasi yang dapat membuat posisi profesional mereka ternoda.
Prinsip Kelima - Kompetensi dan Kehati-hatian Profesion
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya tkngan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh matifaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
01. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, derni kepentingan pengguna jasa dan konsisten dengan tanggung-jawab profesi kepada publik.
02. Kompetensi diperoleh melalui pendidikan dan pengalaman. Anggota seyogyanya tidak menggambarkan dirinya mernilki keahlian atau pengalaman yang tidak mereka punyai. Dalam semua penugasan dan dalam semua tanggung-jawabnya, setiap anggota harus melakukan upaya untuk mencapai tingkatan kompetensi yang akan meyakinkan bahwa kualitas jasa yang diberikan memenuhi tingkatan profesionalisme tinggi seperti disyaratkan oleh Prinsip Etika. Kompetensi profesional dapat dibagi menjadi 2 (dua) fase yang terpisah:
a. Pencapaian Kompetensi Profesional. Pencapaian kompetensi
profesional pada awalnya memerlukan standar pendidikan umum yang tinggi,
diikuti oleh pendidikan khusus, pelatihan dan ujian profesional dalam
subyek-subyek yang relevan, dan pengalaman kerja. Hal ini harus menjadi pola pengembangan yang
normal untuk anggota.
b. Pemeliharaan Kompetensi Profesional.
•Kompetensi harus dipelihara dan dijaga melalui kornitmen untuk belajar
dan melakukan peningkatan profesional secara berkesinambungan selama kehidupan
profesional anggota.
•Pemeliharaan kompetensi profesional memerlukan kesadaran untuk terus
mengikuti perkembangan profesi akuntansi, termasuk di antaranya
pernyataan-pernyataan akuntansi, auditing dan peraturan lainnya, baik nasional
maupun internasional yang relevan.
•Anggota harus menerapkan suatu program yang dirancang untuk memastikan
terdapatnya kendali mutu atas pelaksanaan jasa profesional yang konsisten
dengan standar nasional dan internasional.
03.Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.
04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.
Setiap anggota harus, menghormati
leerahasiaan informas iyang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan
tidak boleh memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan,
kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya
01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
03.Kompetensi menunjukkan terdapatnya pencapaian dan pemeliharaan suatu tingkatan pemahaman dan pengetahuan yang memungkinkan seorang anggota untuk memberikan jasa dengan kemudahan dan kecerdikan. Dalam hal penugasan profesional melebihi kompetensi anggota atau perusahaan, anggota wajib melakukan konsultasi atau menyerahkan klien kepada pihak lain yang lebih kompeten. Setiap anggota bertanggung-jawab untuk menentukan kompetensi masing-masing atau menilai apakah pendidikan, pengalaman dan pertimbangan yang diperlukan memadai untuk tanggung-jawab yang harus dipenuhinya.
04. Anggota harus tekun dalam memenuhi tanggung-jawabnya kepada penerima jasa dan publik. Ketekunan mengandung arti pemenuhan tanggung-jawab untuk memberikan jasa dengan segera dan berhati-hati, sempurna dan mematuhi standar teknis dan etika yang berlaku.
05. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesional yang menjadi tanggung-jawabnya.
Prinsip Keenam - Kerahasiaan
01. Anggota mempunyai kewajiban untuk menghormati kerahasiaan informasi tentang klien atau pemberi kerja yang diperoleh melalui jasa profesional yang diberikannya. Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antara anggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
02. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggota kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi.
03. Anggota mempunyai kewajiban untuk memastikan bahwa staf di bawah pengawasannya dan orang-orang yang diminta nasihat dan bantuannya menghormati prinsip kerahasiaan.
04. Kerahasiaan tidaklah semata-mata masalah pengungkapan informasi. Kerahasiaan juga mengharuskan anggota yang memperoleh informasi selama melakukan jasa profesional tidak menggunakan atau terlihat menggunakan informasi terse but untuk keuntungan pribadi atau keuntungan pihak ketiga.
05. Anggota yang mempunyai akses terhadap informasi rahasia ten tang penerima jasa tidak boleh mengungkapkannya ke publik. Karena itu, anggota tidak boleh membuat pengungkapan yang tidak disetujui (unauthorized disclosure) kepada orang lain. Hal ini tidak berlaku untuk pengungkapan informasi dengan tujuan memenuhi tanggung-jawab anggota berdasarkan standar profesional.
06. Kepentingan umum dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan dan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan di mana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan.
07. Berikut ini adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat diungkapkan.
a. Apabila pengungkapan diizinkan. Jika
persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua
pihak termasuk pihak ketiga yang kepentingannya dapat terpengaruh harus
dipertimbangkan.
b. Pengungkapan diharuskan oleh hukum. Beberapa
contoh di mana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi
rahasia adalah:
• untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum; dan
• untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum kepada publik.
c. Ketika ada kewajiban atau hak profesional
untuk mengungkapkan:
- untuk memetahui standar teknis dan aturan etika, pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip atika ini.
- untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengendalian
- untuk menaati penelaah mutu (atau penelaahan sejawat) IAI atau badan profesional lainnya dan untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur
Prinsip Ketujuh - Perilaku Profesional
Setiap anggota harus berperilaku yang
konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat
mendiskreditkan profesi:
01. Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku
yang dapat mendiskreditkan profesi hams dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan tanggung-jawabnya kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Prinsip Kedelapan - Standar Teknis
Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar proesional yang
relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai
kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari penerima jasa selama penugasan
tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan obyektivitas.
01. Standar teknis dan standar profesional
yang hams ditaati anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh lkatan Akuntan
Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan
peraturan perundang-undangan yang relevan.
Setiap profesi yang menyediakan
jasanya kepada masyarakat memerlukan kepercayaan dari masyarakat yang
dilayaninya. Kepercayaan masyarakat terhadap mutu jasa akuntan publik akan
menjadi lebih tinggi, jika profesi tersebut menerapkan standar mutu tinggi
terhadap pelaksanaan pekerjaan profesional yang dilakukan oleh anggota
profesinya. Aturan Etika Kompartemen Akuntan Publik merupakan etika profesional
bagi akuntan yang berpraktik sebagai akuntan publik Indonesia. Aturan Etika
Kompartemen Akuntan Publik bersumber dari Prinsip Etika yang ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia. Dalam konggresnya tahun 1973, Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI) untuk pertama kalinya menetapkan kode etik bagi profesi akuntan
Indonesia, kemudian disempurnakan dalam konggres IAI tahun 1981, 1986,1994, dan
terakhir tahun 1998. Etika profesional yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan
Indonesia dalam kongresnya tahun 1998 diberi nama Kode Etik Ikatan Akuntan
Indonesia.
Akuntan publik adalah akuntan yang
berpraktik dalam kantor akuntan publik, yang menyediakan berbagai jenis jasa
yang diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik, yaitu auditing, atestasi,
akuntansi dan review, dan jasa konsultansi. Auditor independen adalah akuntan
publik yang melaksanakan penugasan audit atas laporan keuangan historis yang
menyediakan jasa audit atas dasar standar auditing yang tercantum dalam Standar
Profesional Akuntan Publik. Kode Etik Ikatan Akuntan Indonesia dijabarkan ke
dalam Etika Kompartemen Akuntan Publik untuk mengatur perilaku akuntan yang
menjadi anggota IAI yang berpraktik dalam profesi akuntan publik.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar